SETIAP orang memiliki cita-cita,
jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi jalan untuk mencapainya
tidak selalu mulus. Penuh dengan onak dan duri, kesulitan dan hambatan
yang beraneka ragam. Hambatan-hambatan itu tidak hanya berasal dari
hukum alam tapi juga dari dirinya sendiri. Dengan demikian ia selalu
berjuang, berbuat dan bekerja tanpa henti untuk menghilangkan,
menyingkirkan kesulitan dan rintangan itu demi tercapainya cita-cita.
Dalam keadaan seperti ini betapa butuhnya ia terhadap kekuatan yang
dapat membantunya, dan mengantarkannya, menyelesaikan kesulitannya,
menyingkirkan penghalang yang dapat menerangi jalannya.
Kekuatan
yang diharapkan itu hanya berada pada naungan akidah (iman) dan taman
iman kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى).
Iman
kepada Allah inilah yang dapat mendatangkan kekuatan ruhani, kekuatan
jiwa, karena seseorang yang beriman hanya berharap pada kelebihan, dan
karunia Allah, hanya takut kepada siksa Allah tidak peduli kepada selain
Allah.
Sehingga ia menjadi orang kuat walaupun
tidak memegang senjata, ia kaya walaupun tidak punya gudang emas dan
perak, ia perkasa walaupun tidak punya keluarga dan massa, ia teguh
walaupun perahu kehidupannya goyah dan dikepung ombak bahkan lebih kuat
walaupun dibandingkan dengan lautan, gelombang dan angin.
Rasulullah
bersabda, "Seandainya kalian mengetahui Allah (makrifat) dengan
sebenar-benarnya, niscaya gunung-gunung itu hilang sirna karena doa
kalian."
Orang yang beriman mempunyai kekuatan
spiritual, karena ia mengambil kekuatan dari Allah dzat yang maha tinggi
dan besar yang ia jadikan tempat bergantung (tawakkal). Ia berkeyakinan
bahwa Allah selalu bersamanya di mana saja ia berada, ia penolong
orang-orang yang beriman, penghancur orang-orang yang jahil.
"Barang
siapa yang bertawakkal kepada Allah maka sesungguhnya Allah itu maha
perkasa dan bijaksana". (QS. 8:49).Ia maha perkasa tidak akan
merendahkan mereka yang bertawakkal kepada-Nya, bijaksana tidak akan
menelantarkan mereka yang berpegang teguh kepada hikmah dan
pengaturannya.
Firman Allah "Jika Allah menolong kalian,
maka tiada orang yang dapat mengalahkanmu, dan jika Allah menghinakanmu,
maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu dan hanya kepada Allah
hendaknya orang-orang yang beriman itu bertawakkal."
Tawakkal
kepada Allah, bukan menyerah dan kemalasan, namun bertawakkal adalah
pendorong, perangsang, pendorong jiwa yang mendatangkan kekuatan melawan
dan membangkitkan tekad. Dampak dari tawakkal yang bersemi dalam jiwa,
akan melahirkan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya.
Nabi
Hud as dalam pertikaiannya dengan kaumnya 'Ad, ia dapatkan tawakkal
sebagai benteng kokoh yang dapat melindunginya. Firman Allah QS. Hud
53-56:"Kaum 'Ad berkata, 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami
sesuatu bukti yang nyata. Dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak
akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian
sembahan kami tidak menimpakan penyakit gila pada dirimu.' Hud menjawab:
'Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah, dan saksikanlah olehmu
sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankan tipu dayamu semuanya
terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku
bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang
melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya
Tuhanku di atas jalan yang lurus'."
Dari ayat
tersebut kita dapat melihat para Rasul Allah selalu menjadikan tawakkal
(bergantung kepada Allah) sebagai bekal untuk menghadapi pembangkangan
dan gangguannya.
Kebenaran. Orang yang beriman memperoleh
kekuatan dari kebenaran (haq) yang ia yakininya. Ia tidak berbuat dan
berjuang untuk kesenangan sementara, intres pribadi, fanatisme atau
perbuatan dzalim kepada sesama. Akan tetapi ia berbuat memperjuangkan
kebenaran yang karenanya alam ini ditegakkan demi kebenaran yang harus
dimenangkan.
Tersebutlah dalam sejarah Islam, Rob'i Ibnu
utusan Saad ibnu Abi Waqos menghadap Rustam panglima perang Parsi dalam
perang Qodisiyah, saat itu ia diiringi bala tentaranya, sementara
sekelilingnya penuh emas dan perak, namun ia tidak mempedulikannya. Ia
masih menemui mereka dengan kudanya yang pendek, tameng yang keras, dan
pakaian yang kasar. "Siapa Anda dan untuk apa kalian?" tanya Rustam.
"Kami adalah suatu kaum yang diutus Allah untuk melepaskan
siapa saja yang Ia kehendaki dari menyembah sesama hamba, untuk
menyembah Allah yang Esa, dari kepicikan dunia ke kelapangan dan dari
agama yang sesat pada agama yang benar (Islam)."
Seorang
yang beriman kepada Allah dan kebenaran tidak akan takut atau minder
karena ia telah berpegang teguh pada tali yang kuat dan berlindung
ketiang yang kokoh.
Ia bukanlah manusia tanpa makna dan
cita-cita, akan tetapi ia khalifah Allah di bumi walaupun ia dimusuhi
oleh kebathilan, Allah dan Jibril dan orang orang shaleh berikut
malaikat akan selalu membantunya.
Bagaimana mungkin
seorang beriman akan lemah dan takut menghadapi manusia betapapun
besarnya, sementara di belakangnya para malaikat yang siap membantunya?
Mana mungkin ia akan tunduk kepada makhluk sementara ia bersama
kholiknya?
"Sesungguhnya manusia-manusia telah
berkumpul untuk menyerangmu maka takutlah kepada mereka." Maka
bertambahlah iman mereka dan berkata "Allah yang mencukupi kami dan ia
adalah sebaik-baik dzat yang menjadi wakil, maka berubahlah mereka
berkat nikmat karunia dari Allah dan tidak tersentuh oleh kejahatan
sedikitpun." (Qs Ali imron 174)
Iman seperti inilah yang dapat membuat
beberapa anak muda seperti sahabat-sahabat kahfi (gua) mampu melawan
raja yang lalim serta kaumnya yang sangat fanatik, keras kepala,
walaupun mereka (ashabul kahfi) tidak ada daya dan kekuatan materi yang
memadai. Firman Allah swt dalam surat Al Kahfi ayat 14-15, "Dan kami
telah meneguhkan hati mereka berdiri lalu mereka berkata: 'Tuhan kami
adalah Tuhan langit dan bumi, kami sekali-sekali tidak menyeru Tuhan
selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan
yang amat jauh dari kebenaran'. Kaum kami ini telah menjadikan selain
Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak
mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah
yang lebih lazim dari orang-orang yang mengada-adakan kebohongan kepada
Allah?".
Keyakinan.Seorang yang beriman memperoleh
kekuatan dari keyakinannya akan kebahagiaan abadi kelak. Masa hidupnya
bukan masa yang terbatas dan tempat dan ruang terbatas, namun kehidupan
abadi, kehidupan akhirat.
Maut adalah proses perjalanan dari dunia
yang fana ini menuju alam baqa. Umair ibnu Hammam al Anshori mendengar
Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya pada perang badar: "Demi
dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tiada seorang pun yang hari ini
berperang melawan orang-orang musyrik, kemudian terbunuh dengan hati
yang sabar, ikhlas, maju pantang mundur kecuali Allah akan memasukkannya
ke dalam surga".
Mendengar itu Umair berkata: "Bagus,
bagus!!!"
"Kenapa Anda kagum wahai anak Hammam?"
tanya Nabi saw.
Lalu Umair menjawab "Bukankah antara aku
dan surga hanya berjarak maju memerangi mereka kemudian aku terbunuh?".
"Ya" jawab Nabi. Sementara di tangan Umair beberapa biji kurma yang
sedang ia makan lalu ia berkata: "Apakah saya perlu hidup sehingga aku
dapat memakan beberapa biji korma ini? Padahal akhirat adalah kehidupan
yang panjang!" Ia pun melemparkan buah biji kurma itu dan maju berperang
seraya tersenyum.
Berangkat menuju Allah tanpa bekal selain
taqwa dan amal untuk akhirat dan bersabar berjuang karena Allah semua
bekal akan habis sirna, selain taqwa dan amal kebajikan dan petunjuk.
Ini, Anas ibnu Nadlir ia berperang, laksana pahlawan dalam
perang Uhud. Ia bertemu dalam perang itu dengan Saad Ibnu Muad dan
berkata kepadanya, "Wahai Saadz! Demi Tuhan pemilik keindahan, surga
telah kudapatkan baunya di balik Uhud".
Rep.
hidayatullah